Jakarta –
The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) merayakan ulang tahun ke-100 salah satu sastrawan asal Indonesia. Siapakah dia?
Sosok itu Ali Akbar Navis atau dikenal dengan sebutan AA Navis. Hari kelahiran sastrawan berdarah Minang itu telah ditetapkan sebagai perayaan internasional mulai 2022 lalu.
Dalam peringatan hari lahirnya yang ke-100, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E Aminudin Aziz mengemukakan, peringatan kelahiran AA Navis dilaksanakan di Indonesia dan Prancis. Di Indonesia, peringatan AA Navis dilakukan sepanjang tahun di seluruh Provinsi Indonesia, mulai dari Provinsi Sumatera Barat, tempat kelahirannya.
“Orang dewasa diajak untuk mengenang dan memaknai kembali kekaryaan AA Navis, dan murid sekolah diajak lebih mengenal sastrawan dan kesusastraan di negaranya,” katanya dalam Antara dikutip Jumat (15/11/2024).
Aminudin Aziz juga mengumumkan pihaknya telah menerbitkan buku yang berisi kumpulan tulisan dari puluhan orang penulis yang mengkaji secara kritis pemikiran dan visi budaya AA Navis.
Profil AA Navis
Ali Akbar Navis atau lebih dikenal dengan AA Navis, adalah seorang penulis dan budayawan terkemuka Indonesia. Lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924, ia merupakan anak sulung dari 15 bersaudara.
Navis menempuh pendidikan formal di sekolah Indonesisch Nederlandsche School (INS) daerah Kayutaman selama sebelas tahun. Selama sekolah di INS, Navis mendapat pelajaran kesenian dan berbagai keterampilan. Pendidikan formalnya terhenti di INS. Selanjutnya, ia belajar secara otodidak.
Kecintaan AA Navis pada dunia sastra mulai tumbuh di rumah. Berawal dari hobinya membaca majalah dan buku sastra, ia mulai menulis kritik dan esai. AA Navis muda berusaha menyoroti kelemahan cerpen Indonesia dan mencari kekuatan cerpen asing.
Navis juga mencoba memperbaiki cerpen Indonesia dengan menulis cerpennya sendiri. Ia memadukannya dengan kekuatan yang dimiliki cerpen asing.
AA Navis memulai kariernya sebagai penulis di usia sekitar tiga puluhan. Sebenarnya, ia sudah mulai aktif menulis sejak tahun 1950, tetapi, kepenulisannya baru diakui sekitar tahun 1955 sejak cerpennya banyak muncul di beberapa majalah, seperti Kisah, Mimbar Indonesia, Budaya, dan Roman.
Selain cerpen, Navis juga menulis naskah sandiwara untuk beberapa stasiun RRI, seperti Stasiun RRI Bukittinggi, Padang, Palembang, dan Makassar. Ia juga mulai menulis novel dengan tema kedaerahan dan keagamaan sekitar masyarakat Minangkabau.
Di luar bidang kepengarangannya, Navis bekerja sebagai pemimpin redaksi di Harian Semangat (harian angkatan bersenjata edisi Padang), Dewan Pengurus Badan Wakaf INS, dan pengurus Kelompok Cendekiawan Sumatera Barat (Padang Club).
Karya AA Navis
Melansir Badan Pengembanan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, berikut daftar karya AA Navis:
Cerita Pendek
1. Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen), Jakarta: Gramedia, 1986
2. Hujan Panas dan Kabut Musim (kumpulan cerpen), Jakarta: Jambatan, 1990
3. “Cerita Tiga Malam”, Roman, Thn. V, No.3, 1958:25–26
4. “Terasing”, Aneka, Thn. VII, No. 33, 1956:12–13
5. “Cinta Buta”, Roman, Thn. IV, No. 3, 1957
6. “Man Rabuka”, Siasat, Thn. XI, No. 542, 1957:14–15
7. “Tiada Membawa Nyawa”, Waktu, Thn. XIV, No.5, 1961
8. “Perebutan”, Star Weekly, Thu. XVI, No. 807, 1961
9. “Jodoh”, Kompas, Thu. Xl, No. 236, 6 April 1976:6
Puisi
Dermaga dengan Empat Sekoci (kumpulan 34 puisi), Bukittinggi: Nusantara
Novel
1. Kenarau, Jakarta: GrasIndo, 1992
2. Saraswati si Gadis dalam Sunyi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1970.
Karya Nonfiksi
1. “Surat-Surat Drama”, Budaya, Thn.X, Januari-Februari 1961
2. “Hamka Sebagai Pengarang Roman”, Berita Bibliografi, Thn.X, No.2, Juni 1964
3. “Warna Lokal dalam Novel Minangkabau”, Sinar Harapan, 16 Mel 1981
4. “Memadukan Kawasan dengan Karya Sastra.”, Suara Karya, 1978
5. “Kepenulisan Belum Bisa Diandalkan sebagai Ladang Hidup”, Suara Pembaruan, 1989
6. “Menelaah Orang Minangkabau dari Novel Indonesia Modern”, Bahasa dan Sastra, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1977
Hadiah dan Penghargaan
Berkat karya-karyanya, AA Navis beberapa kali meraih penghargaan nasional maupun internasional, di antaranya:
1. Hadiah kedua lomba cerpen majalah Kisah (1955) untuk cerpen “Robohnya Surau Kami”
2. Penghargaan dari UNESCO (1967) untuk kumpulan cerpen Saraswati dalam Sunyi
3. Hadiah dari Kincir Emas (1975) untuk cerpen “Jodoh”
4. Hadiah dari majalah Femina (1978) untuk cerpen “Kawin”
5. Hadiah seni dari Depdikbud (1988) untuk novel Kemarau
6. SEA Write Awards (1992) dari Pusat Bahasa (bekerja sama dengan Kerajaan Thailand)
Itulah profil sastrawan asal Indonesia yang hari ulang tahunnya dirayakan UNESCO. Sudah pernah baca salah satu karyanya, detikers?
(nir/faz)