Jakarta –
Video siswa SMA tak bisa matematika dasar seperti perkalian dan pembagian hingga membaca belakangan viral di media sosial. Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menilai masalah literasi dan numerasi ini perlu direspons dari sisi siswa maupun guru.
“Untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi anak-anak kita, saya mendorong dilakukannya evaluasi dan reformasi pendidikan. Lanjutkan yang sudah baik, dan benahi yang masih kurang-kurang,” kata Cucun dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (17/11/2024).
“Anak-anak Indonesia harus bisa berdaya saing untuk modal hidup mereka sendiri, dan untuk membantu kemajuan negara kita,” imbuhnya.
Ia mengatakan, pendampingan tenaga pendidik termasuk pelatihan penting untuk memastikan kualitas pengajar. Dengan demikian, guru memiliki kapasitas untuk melihat potensi siswa, membantu anak bertumbuh, dan bantu mengoptimalkan bakat anak-anak di bidang akademik serta nonakademik sehingga menjadi SDM unggul RI.
Salah satunya lewat pembelajaran yang kreatif dan inovatif sesuai potensi dan kelebihan siswa-siswanya.
“Tingkatkan pelatihan bagi para guru untuk memastikan mereka dapat mengajar keterampilan dasar dengan efektif dan mampu mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan sejak dini,” ucapnya.
Alarm Pendidikan RI
Cucun mengamini bahwa video viral yang menyorot literasi rendah siswa tersebut tidak bisa digeneralisasi. Di sisi lain, ia menekankan Pemerintah untuk mengevaluasi pendidikan RI seiring dengan rendahnya literasi siswa berdasarkan sejumlah hasil penelitian.
“Benar, peristiwa yang ada di media sosial belum bisa dijadikan rujukan. Saya yakin betul banyak juga anak-anak kita yang pintar-pintar dan memiliki kompetensi akademik yang baik, tapi kita juga tidak bisa mengabaikan fenomena tersebut,” kata Cucun.
Ia mencontohkan, survei Kehidupan Keluarga Indonesia atau Indonesia Family Life Survey (IFLS) terbaru menunjukkan rendahnya probabilitas siswa usia sekolah dalam menguasai materi perhitungan dasar.
Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan jenjang pendidikan tidak lantas berarti bahwa kemampuan literasi juga naik. Hasil tes IFLS menujukkan anak kelas 1 mendapatkan skor 26,5% dan anak kelas 12 mendapat skor 38,7%, yang berarti peningkatan kemampuan siswa antarjenjang tidak signifikan kendati tidak naik kelas.
Di samping itu, data UNESCO menunjukkan hanya 1 dari 1.000 orang di Indonesia yang rajin membaca. Sedangkan minat membaca merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan literasi anak-anak.
“Data-data penelitian itu menjadi sebuah indikasi serius bahwa ada yang kurang dalam sistem pendidikan kita. Dan ini harus diperbaiki karena kita mempunyai tujuan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” katanya.
Pemerataan Akses dan Kualitas Pendidikan untuk Bekal Anak Indonesia
Di sisi lain, ia mengamini bahwa hasil penelitian juga mengindikasikan kesenjangan kualitas layanan pendidikan antara kota besar dan daerah sebagai biang keladi literasi rendah siswa RI.
Lebih lanjut, tidak semua anak juga berkesempatan mengakses pendidikan tinggi yang bisa meningkatkan kualitas untuk masuk dunia kerja. Soal kualitas lulusan pendidikan dasar dan menengah, ia juga menyorot perlunya pendidikan dan program-program vokasi.
“Sehingga anak-anak kita yang tidak berkesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi tetap bisa memiliki modal keterampilan,” katanya.
Ia mengatakan, literasi dan kompetensi rendah siswa Indonesia pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembangunan nasional. Untuk itu, anak-anak perlu mendapat modal keterampilan yang akan menunjang masa depannya sendiri dan masa depan bangsa.
(twu/twu)