Jakarta –
Polisi Thailand memanggil seorang akademisi terkemuka asal Amerika Serikat pada Jumat (4/4/2025) atas dakwaan penghinaan terhadap monarki. Hal ini menuai sorotan lantaran hukuman dijatuhkan kepada warga negara asing.
Militer mengajukan pengaduan terhadap Paul Chambers, seorang dosen di UniversitasNaresuan di Thailand utara dan otoritas yang dihormati dalam politik kerajaan, atas komentar yang dibuatnya dalam sebuah diskusi daring.
Dosen AS Dianggap Menghina Monarki Thailand
Dilansir AFP, Chambers dalam catatan kepolisian dituduh “menghina atau menunjukkan kebencian terhadap raja, ratu, pewaris takhta, atau bupati,” serta “menyebarkan data komputer palsu yang dapat mengancam keamanan nasional.”
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chambers mengatakan kepada AFP bahwa tuduhan tersebut bermula dari pernyataannya dalam webinar yang diadakan tahun lalu. Pada sesi tanya jawab, ia membahas hubungan antara militer Thailand dan monarki.
“Saya yakin saya orang non-Thailand pertama dalam beberapa tahun terakhir yang menghadapi tuduhan ini,” katanya dalam CBS News, dikutip Sabtu (5/4/2025).
Sunai Phasuk dari Human Rights Watch mengatakan kepada AFP bahwa polisi di Provinsi Phitsanulok, Thailand setuju untuk tidak segera menahan Chambers. Namun, Chambers dipanggil untuk secara resmi mengakui tuduhan tersebut di kantor polisi pada Selasa mendatang. Kepolisian Phitsanulok tidak berkomentar tentang kasus tersebut saat dihubungi oleh AFP.
Hukum Thailand Dikritik
Raja Maha Vajiralongkorn dan keluarga dekatnya dilindungi dari kritik oleh hukum penghinaan terhadap raja Thailand. Pelaku pelanggaran apapun yang diatur dalam hukum ini dapat dijatuhi hukuman hingga 15 tahun penjara.
Dakwaan berdasarkan hukum tersebut telah meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Para kritikus mengatakan hukum tersebut disalahgunakan untuk membungkam perdebatan yang sah.
Undang-undang pencemaran nama baik kerajaan, yang dikenal sebagai 112 dari pasal yang relevan dalam KUHP Thailand, telah banyak dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena interpretasinya yang luas dan hukuman yang berat.
Kurungan Penjara Puluhan Tahun
Sejumlah pengawas internasional menyatakan keprihatinan atas meningkatnya penggunaan UU ini terhadap akademisi, aktivis, dan bahkan mahasiswa. Dakwaan berdasarkan pasal 112 meningkat tajam setelah protes yang dipimpin pemuda pada 2020. Protes ini menyerukan reformasi terhadap peran monarki dalam kehidupan publik.
Seorang pria di Thailand utara dijatuhi hukuman penjara setidaknya selama 50 tahun karena penghinaan terhadap raja tahun lalu. Seorang perempuan lainnya dikenakan hukuman penjara selama 43 tahun pada 2021.
(nir/twu)