Jakarta –
Startup edukasi Chegg telah menjadi platform andalan bagi siswa yang ingin mendapatkan bantuan dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Sampai, ChatGPT mengubah segalanya.
Startup edtech itu, Chegg, telah kehilangan lebih dari setengah juta pelanggan berbayar sejauh ini, dan seperempat dari tenaga kerja Chegg (441 karyawan) diberhentikan beberapa bulan lalu. Menurut Indian Express, perusahaan ini tampaknya berada di ambang kehancuran.
Apa Itu Chegg?
Chegg didirikan oleh seorang mahasiswa di University of Iowa bernama Josh Carlson. Ia menggabungkan kata ‘chicken’ dan ‘egg’ untuk menghasilkan nama CheggPost.
Carlson bekerja sama dengan Aayush Phumbhra, seorang mahasiswa MBA dari India, untuk mengerjakan proyek tersebut. Menurut Forbes, Phumbhra dan mitra barunya, Osman Rashid, menyarankan untuk mempersingkat nama forum tersebut menjadi Chegg dan meluaskan sayapnya pada penyewaan buku pelajaran.
Pada tahun 2005, Phumbra tidak lagi menjadi bagian dari perusahaan yang telah berkembang menjadi panduan belajar daring. Lima tahun kemudian, Chegg mengakuisisi perusahaan rintisan edtech lain yang disebut Cramster dan beralih menyediakan jawaban tertulis untuk pertanyaan pekerjaan rumah yang sering diajukan.
Selama tahun-tahun berikutnya, Chegg mempekerjakan ribuan kontraktor untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa di setiap mata pelajaran utama termasuk matematika tingkat lanjut, sains, teknologi, dan teknik.
Chegg dilaporkan mengalami kenaikan harga saham tiga kali lipat selama pembatasan sosial akibat pandemi bersamaan dengan lonjakan langganan. Hal ini menjadikannya salah satu perusahaan edtech paling berharga di AS saat itu.
Bagaimana ChatGPT ‘Mengalahkan’ Chegg?
Chegg berubah dari pertumbuhan yang stabil menjadi model bisnis yang kehilangan relevansi dengan peluncuranChatGPT tahun 2022.Chatbot AI yang dilatih pada sejumlah besar data dan informasi yang tersedia di internet dapat memberikan jawaban dalam hitungan detik.
Lebih dari 62 persen mahasiswa berencana menggunakan ChatGPT semester ini. Sementara hanya 30 persen yang mengatakan akan mengandalkan Chegg, menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Needham, sebuah bank investasi.
Namun, para ahli telah memperingatkan jika jawaban yang dihasilkan oleh ChatGPT mungkin tidak selalu benar. Beberapa pihak lain juga berpendapat jika ChatGPT tidak akan pernah dapat digunakan untuk tugas pencarian fakta karena chatbot itu memberikan jawaban dengan menebak urutan kata atau frasa yang seharusnya membentuk kalimat.
Sementara Chegg berusaha mengejar ketertinggalan dengan membangun produk AI-nya sendiri, perusahaan teknologi pendidikan itu masih merasa sulit untuk mempertahankan pelanggan pelajar dan meyakinkan investor tentang nilainya di pasar.
(nir/nwy)