Jakarta –
Kacang koro telah lama dikenal sebagai makanan tradisional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, penggunaan kacang koro dalam industri pangan olahan hingga kini masih belum optimal. Padahal, kacang koro memiliki potensi yang baik bagi kesehatan.
William Nathan Atmadja, siswa SMA dari Jakarta Intercultural School (JIS) melakukan penelitian kacang koro benguk sebagai bahan utama dalam pengembangan pangan fungsional untuk menangani diabetes dan malnutrisi.
Didampingi oleh Profesor Azis Boing Sitanggang, profesor termuda dari Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penelitian ini berfokus pada produksi peptida bioaktif-komponen protein kecil yang menawarkan berbagai manfaat kesehatan seperti sifat antioksidan, antihipertensi, antiinflamasi, dan antidiabetes.
Meskipun peptida bioaktif memiliki potensi signifikan, pengembangan dan komersialisasinya sering terhambat oleh keterbatasan metode produksi yang efisien dalam skala industri. Inovasi yang dikembangkan William menjadi solusi dalam menjawab tantangan tersebut.
“Melalui teknologi Enzymatic Membrane Reactor (EMR), kami menemukan metode yang memungkinkan produksi peptida bioaktif dari kacang koro benguk dalam skala industri secara konsisten dan efisien. Dengan pengaturan waktu yang optimal, proses ini mampu memaksimalkan aktivitas bioaktif tanpa mengorbankan efisiensi produksi,” ujar William dalam keterangannya, Rabu (16/10/2024).
Dari hasil penelitian, ditemukan produksi peptida bioaktif dalam jangka pendek dapat dilakukan selama 7 jam, sementara untuk produksi jangka panjang, waktu yang optimal adalah 12 jam. Metode ini pun menghasilkan peptida dengan aktivitas antioksidan yang tinggi, yang penting dalam penanganan diabetes dan kesehatan secara keseluruhan.
Adapun peptida yang dihasilkan tidak hanya membantu mengatur kadar gula darah pada penderita diabetes, tetapi juga melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh kondisi tersebut. Sementara itu kandungan asam amino esensial dalam kacang koro benguk menjadikannya sumber protein yang sangat potensial, terutama bagi mereka yang mengalami malnutrisi.
Prof. Azis menjelaskan penelitian ini berpotensi besar dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian lokal di Indonesia. “Melalui produksi peptida bioaktif, penelitian ini dapat memberikan kontribusi nyata terhadap kesehatan masyarakat, sejalan dengan tren pangan fungsional yang terus meningkat, di mana pangan tidak hanya berperan sebagai sumber gizi, tetapi juga sebagai pendukung kesehatan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Azis mengungkapkan hingga kini grup risetnya telah memproduksi peptida dengan berbagai aktivitas fungsional utama. Fungsi ini termasuk sebagai penghambat enzim yang terkait dengan regulasi tekanan darah dan diabetes, serta antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan oksidatif.
Selain itu, proses hidrolisis protein kacang koro benguk yang dilakukan juga untuk membuka peluang dihasilkannya asam amino bebas. Nantinya, kandungan ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh, termasuk bagi individu malnutrisi.
“Penggunaan teknologi EMR pada produksi peptida bioaktif menjadi inovasi kunci, karena prosesnya dilakukan secara kontinyu sehingga memiliki produktivitas yang tinggi, dan pada proses ini, berbagai parameter scale-up dapat diidentifikasi. William melakukan penelitian ini, dan menunjukkan feasibility dari sistem EMR yang dikembangkan untuk adopsi pada skala industri,” paparnya.
Sebagai pembimbing, Prof. Azis mengaku melihat potensi besar pada William sebagai peneliti muda.
“William menunjukkan semangat yang luar biasa, kemampuan belajar yang cepat, dan komitmen kerja yang tinggi. Ini adalah karakteristik yang menjadikannya contoh ideal bagi generasi muda Indonesia lainnya untuk menemukan passion mereka lebih awal dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa melalui riset dan inovasi,” ungkapnya.
Menurutnya, penelitian William membuka peluang kolaborasi antara akademisi dan industri pangan dalam pengembangan produk berbasis kacang koro benguk. Terlebih kacang koro benguk tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga bagi ekonomi karena dapat meningkatkan nilai produk pertanian lokal.
Penelitian ini akan dipresentasikan pada konferensi ISoFoST di IPB University pada akhir Oktober. Lewat penelitian ini, ia berharap dapat menarik lebih banyak perhatian dari kalangan industri untuk mendukung pengembangan lebih lanjut. William meyakini kacang koro benguk dapat menjadi solusi untuk permasalahan kesehatan seperti diabetes dan malnutrisi.
“Dengan kolaborasi yang tepat, saya optimis bahwa pengembangan pangan fungsional berbasis peptida bioaktif dari kacang koro benguk dapat dipercepat, sehingga manfaat kesehatan dan ekonomi yang dihasilkan dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas,” pungkas William.
(akd/ega)