Jakarta –
Keputusan keberlanjutan sistem zonasi di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi masalah yang ditunggu-tunggu masyarakat. Bagaimana akhirnya?
Menjawab hal tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan ada 8 kebijakan yang sudah selesai melalui proses pengkajian. Salah satunya adalah tentang zonasi dan PPDB.
Meski sudah selesai dikaji, pihaknya belum mengambil keputusan. Karena kebijakan ini akan diputuskan dalam sidang kabinet bersama Presiden Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sesuai dengan harapan Presiden mengenai PPDB akan diputuskan dalam sidang kabinet. Sidang kabinetnya kapan? Kami masih menunggu undangan dari Bapak Presiden,” katanya.
Hal tersebut disampaikan Menteri Mu’ti dalam acara Taklimat Media di Gedung A Kemendikdasmen, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Sudah Siapkan Skenario Zonasi dan PPDB
Ketika sidang kabinet nanti, Mu’ti akan menjelaskan berbagai skenario tentang zonasi dan PPDB yang telah dipersiapkan Kemendikdasmen. Keputusan akan dilanjutkan atau tidaknya zonasi akan diserahkan sepenuhnya kepada kabinet.
“Kami sudah menyiapkan semua skenarionya dan skenario itu nanti kami sampaikan pada saat sidang kabinet. Kami sudah diminta oleh Pak Presiden untuk menyampaikan mengenai PPDB itu,” jelas Mu’ti.
“Jadi kita tetap menyiapkan skenario-nya. Soal nanti itu dipakai atau tidak tergantung sidang kabinet,” kata dia lagi.
Meskipun nanti zonasi tidak dilanjutkan, ia memegang semangat yang dimiliki sistem itu. Karena salah satunya sesuai dengan visi Kemendikdasmen yakni pendidikan bermutu untuk semua.
Ada empat semangat yang dimiliki sistem zonasi yakni pendidikan bermutu untuk semua, inklusi sosial, kohesi sosial, dan integrasi sosial.
“Karena pendidikan itu harus punya peran selain akademik juga sosial (dan) membangun persatuan bangsa. Sekolah berfungsi sebagai tempat terjadinya meeting point dan melting point,” tandasnya.
Skema Perbaikan PPDB Zonasi
Sebelumnya kepada detikEdu, Mu’ti menyebutkan ada dua skema perbaikan dalam sistem zonasi di PPDB. Salah satunya adalah zonasi tetap ada tetapi lebih fleksibel terutama yang berkaitan dengan jarak.
Temuan di lapangan memperlihatkan seorang siswa tidak bisa mendaftar ke sekolah tertentu karena beda wilayah administrasi baik secara kecamatan, kabupaten, atau bahkan provinsi. Padahal jarak siswa tersebut ke sekolah yang berbeda wilayah administrasi relatif lebih dekat ke rumahnya.
Perbedaan wilayah administrasi membuatnya harus mendaftar ke sekolah yang sesuai ketentuan meskipun alamatnya jauh dari sekolah. Hal inilah yang perlu dievaluasi.
“Misalnya begini, orang yang tinggal di Ciputat kemudian (jaraknya) dengan Jakarta lebih dekat dibandingkan harus ke Tangerang Selatan. Nah, karena zonasi itu kan dia enggak boleh ke Jakarta, walaupun secara jarak lebih dekat,” jelas Mu’ti.
“Cuma karena wilayah administrasinya itu berbeda, dia tidak bisa ke situ. Harus ke sekolah yang dalam wilayahnya padahal sekolahnya mungkin lebih jauh. Nah, yang begini kan harus kita lihat,” tambahnya.
Selanjutnya perbaikan hadir di besaran kuota PPDB Zonasi. Di mana SD kemungkinan memuat kuota zonasi hingga 90% dan SMP sebesar 30-40%.
Sedangkan SMA bukan menggunakan sistem zonasi tetapi rayonisasi. Alasannya karena di setiap satu kecamatan belum tentu memiliki satu SMA.
“Tapi persentasenya (untuk zonasi) yang dikurangi cukup 10% saja misalnya. Yang lain melalui tempat lain (jalur penerimaan lain) prestasi, afirmasi, atau mutasi,” urai Mu’ti.
(det/faz)