Jakarta –
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) telah meluncurkan paradigma baru untuk menggantikan Kampus Merdeka. Apa penggantinya?
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek Khairul Munadi memperkenalkan paradigma baru ini sebagai Kampus Berdampak. Paradigma ini menekankan jika ilmu yang diajarkan bukan untuk disimpan namun untuk dihidupkan.
Ilmu pendidikan tinggi diharapkan dapat menjadi ruang bagi tumbuhnya perubahan kampus. Oleh karena itu, Kemendiktisaintek mengajak civitas akademika untuk hadir di tengah masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khairul mengatakan jika transformasi ini untuk mendukung Indonesia Emas 2045. Dalam perumusannya, pihak Kemendiktisaintek juga mempertimbangkan adanya perubahan dunia yang sangat dinamis.
“Sehingga memang perlu ada penyesuaian ya, arah baru, peran baru, yang harus diteruskan di perubahan dunia kita. Dan untuk itu saya kira, paradigma perubahan dunia memang perlu diubah ya,” jelasnya dalam Ngopi bareng Kemdiktisaintek di Gedung D Komplek Kemendiktisaintek, Jalan Jenderal Sudirman, Pintu 1 Senayan, Jakarta Selasa (29/4/2025).
Ia berharap Kampus Berdampak ini tidak hanya menghasilkan teori, tapi juga menghasilkan solusi yang ada di masyarakat.
“Nantinya peran perguruan tinggi itu, yang diharapkan menjadi pusat solusi, pusat penciptaan solusi dengan masyarakat. Jadi ini salah satu aspek yang penting, sehingga perubahan tinggi itu memang bisa membantu menyesuaikan kesulitan-kesulitan yang ada dengan masyarakat,” ujarnya.
Self-Disruption Perguruan Tinggi
Lebih lanjut, Khairul mendorong agar kampus berani menggugat rutinitas lama atau self-disruption. Jika sebelumnya perguruan tinggi masih berfokus pada administratif, kini kampus didorong untuk memprioritaskan dampak riset atau pengabdian masyarakat.
Dalam penerapannya, perguruan tinggi diminta untuk berkolaborasi dengan pihak lain, seperti pemerintah daerah, dalam menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat.
“Kemudian satu hal lain juga, harus membangun kolaborasi antarsektor. Tidak mungkin perbuatan tinggi bisa berdampak kalau dia hidup, kalau dia hanya berjalan di dalam sini seorang diri tidak mungkin. Harus melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak,” ujarnya.
Khairul berharap dengan perubahan paradigma ini perguruan tinggi di Indonesia akan semakin berdampak dalam membangun bangsa.
“Kami akan menawarkan dengan berbagai instrumen kebijakan yang membangun kolaborasi dengan insan seluruh dunia, bahkan juga kolaborasi dengan mitra-mitra global untuk memastikan kampus kita ini bisa berdampak, bisa mengakar,” tutupnya.
(nir/nwk)