Jakarta –
Penurunan populasi kupu-kupu di berbagai belahan dunia menjadi perhatian serius para ilmuwan. Kelompok ilmuwan di Amerika Serikat bahkan menemukan fakta mencengangkan.
Studi yang diterbitkan di jurnal Science mencatat, dalam rentang waktu 20 tahun (2000-2020), populasi kupu-kupu di negara tersebut mengalami penurunan sebesar 22 persen. Sementara di Indonesia sejumlah spesies kupu-kupu juga terancam punah.
Noor Farikhah Haneda, Guru Besar IPB University dari Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap fenomena tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menekankan berkurangnya jumlah kupu-kupu berpengaruh langsung terhadap jaring-jaring makanan dan proses polinasi. Semakin sedikit kupu-kupu, semakin berkurang pula produk yang dihasilkan dari penyerbukan tanaman.
Menurut Prof Noor, penyebab utama penurunan populasi kupu-kupu adalah polusi, perubahan iklim, serta berkurangnya ketersediaan tanaman pakan dan tanaman inang. Kualitas udara yang menurun, hilangnya habitat alami, dan kurangnya sumber makanan membuat banyak spesies kupu-kupu kesulitan bertahan hidup.
“Faktor-faktor seperti penurunan kualitas udara, lingkungan, ketersediaan makanan, dan hilangnya habitat menjadi penyebab utama tren penurunan ini,” ujarnya dalam keterangan IPB University, Senin (28/4/2025) yang dikutip detikedu.
Setiap jenis kupu-kupu, jelasnya, memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap perubahan lingkungan. Ada spesies yang cukup tangguh menghadapi polusi, namun banyak juga yang sangat rentan.
Lebih lanjut, pakar bidang entomologi hutan ini membandingkan populasi kupu-kupu di area dengan tingkat polusi berbeda, serta di perbatasan hutan dan pemukiman. Penurunan kualitas habitat secara keseluruhan berkontribusi signifikan terhadap penurunan populasi kupu-kupu, di mana beberapa spesies mampu beradaptasi sementara yang lain tidak.
Ia menegaskan bahwa walaupun kupu-kupu menggunakan hutan sebagai habitat utama, mereka juga aktif mencari makan di area terbuka yang terkena sinar matahari, termasuk di kawasan permukiman.
“Kupu-kupu cenderung menjadikan hutan sebagai habitat utama. Namun, mereka juga mencari makan dan beraktivitas di area terbuka yang terpapar sinar matahari, termasuk pemukiman,” ujar Noor.
Ancaman Ekologis
Penurunan populasi kupu-kupu bukan hanya masalah estetika, tetapi juga masalah ekologis. Dengan semakin sedikitnya serangga penyerbuk seperti kupu-kupu, kemampuan tanaman untuk berkembang biak pun ikut menurun.
Untuk mengatasi persoalan ini, Prof Noor menawarkan dua jenis solusi. Solusi jangka pendek dengan menyediakan cairan madu di beberapa titik untuk membantu kupu-kupu mendapatkan sumber energi, seperti yang telah diterapkan di area Fakultas Pertanian dan Graha Widya Wisuda (GWW) di Kampus IPB Dramaga.
Adapun solusi jangka panjang yaitu dengan mendorong penanaman tanaman berbunga yang menjadi sumber nektar bagi kupu-kupu, sehingga dapat memperbaiki ekosistem dalam jangka waktu lebih lama.
Tantangan Antara Pembangunan dan Pelestarian Alam
Prof Noor menyadari bahwa pembangunan seringkali membawa dampak polusi yang sulit dihindari. Karena itu, ia menekankan pentingnya menyeimbangkan pembangunan dengan pelestarian lingkungan, salah satunya melalui penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Pemerintah Indonesia telah mengatur penyediaan RTH melalui beberapa regulasi:
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menetapkan bahwa minimal 30% wilayah kota harus dialokasikan untuk RTH.
PP No. 26 Tahun 2008 dan Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2022 menguatkan aturan terkait penyediaan dan pemanfaatan RTH.
PP No. 63 Tahun 2002 mengatur keberadaan hutan kota, yang luasnya minimal 10% dari total wilayah kota.
Meski kerangka hukum sudah tersedia, Prof Noor mengingatkan bahwa tantangan terbesar adalah implementasi dan pengawasan di lapangan. Pemerintah daerah diharapkan lebih ketat dalam mengontrol kawasan industri dan memastikan kewajiban RTH dipenuhi.
Menurutnya, langkah ini penting bukan hanya untuk menjaga kualitas lingkungan, tetapi juga untuk memastikan kelangsungan hidup kupu-kupu dan keanekaragaman hayati lainnya di tengah pesatnya pembangunan.
“Perlunya kebijakan yang bijak dan terintegrasi antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan demi menjaga keanekaragaman hayati, termasuk keberlangsungan hidup kupu-kupu,” tutupnya.
(pal/nwk)