Jakarta –
Sejumlah penelitian mengadu kelebihan ChatGPT dengan manusia. Salah satu penelitian terbaru mendapati mahasiswa punya keunggulan sendiri dibandingkan dengan alat berbasis artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan tersebut.
Pada sebuah studi, satu kelas mahasiswa dan ChatGPT dibandingkan capaiannya selama satu semester. ChatGPT dalam percobaan ini seperti “mahasiswa baru” di kelas, yang juga mengerjakan soal setiap mahasiswa mengerjakan tugas rumah atau PR-nya.
Kelebihan Mahasiswa Daripada ChatGPT Saat Membuat PR
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti mendapati, mahasiswa punya kelebihan penalaran tingkat tinggi saat mengerjakan tugas, jika dibandingkan dengan ChatGPT.
“Kami menemukan bahwa teknologi ChatGPT bisa mendapat nilai A jika dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan terstruktur dan lugas. Sedangkan untuk pertanyaan terbuka, nilai semester ChatGPT turun jadi 82, setara dengan B minus. Nila rata-rata mahasiswa sekelas sendiri mencapai 84,85 persen, karena mereka dapat mengerjakan soal yang butuh penalaran tingkat tinggi,” kata penulis studi dan mahasiswa PhD Gokul Puthumanaillam, dikutip dari laman Grainger College of Engineering, University of Illinois.
Hasil penelitian Puthumanaillam dan pembimbingnya, Melkior Ornik, Assistant Professor di Departemen Aerospace Engineering, University of Illinois Urbana-Champaign ini akan dipresentasikan di 14th International Federation of Automatic Control Symposium on Advances in Control Education, Juni 2025. Saat ini, hasil studinya dapat diakses di Arxiv (https://arxiv.org/abs/2503.05760),
Ornik mengatakan penggunaan alat berbasis AI sulit dipisahkan dari mahasiswa masa kini. Untuk itu, hasil studi ini menurutnya jadi arahan untuk mengubah rencana pembelajarannya.
“Saya akan menyertakan lebih banyak pertanyaan tingkat tinggi, mungkin termasuk tugas berbasis proyek. Mahasiswa akan tetap menggunakan program seperti ChatGPT untuk mengerjakan soal matematika yang lebih sederhana. Namun, dengan saya menambahkan lebih banyak pertanyaan terbuka, mereka juga akan mencapai tingkat berpikir kritis yang lebih tinggi dan benar-benar mempelajari materi tersebut,” tuturnya.
Kekurangan ChatGPT
Puthumanaillam mengatakan, ChatGPT cepat dan mayoritas jawabannya benar untuk pertanyaan terstruktur. Namun, hasil jawabannya tetap perlu dicek kembali.
“Seorang siswa mungkin butuh waktu 20 menit untuk menjawab sebuah pertanyaan. ChatGPT menyelesaikannya dalam waktu kurang dari 20 detik, tetapi kebenarannya terkadang dipertanyakan,” ucapnya.
Ia menambahkan, ChatGPT juga menambah-nambahkan istilah teknis yang tidak ada pada jawaban tugas.
“Meskipun kami sudah memasukkan materi pelajaran yang dibutuhkan untuk ChatGPT, masih muncul halusinasi, menggunakan kata-kata seperti ‘osilasi kuasi periodik’ yang tidak pernah dipakai di kelas, kuliah, atau materi pelajaran,” jelasnya.
Puthumanaillam mengatakan ChatGPT bisa belajar dari kesalahan. Namun, hasilnya juga tidak berkembang.
“Saat kami beritahu ChatGPT bahwa jawabannya salah pada suatu pilihan ganda, dan kami beri tahu jawaban yang benar, lalu dites lagi dengan variasi pertanyaan yang sama, ya hasilnya bisa lebih baik. Jadi dalam arti tertentu, dia belajar (dari kesalahan), tapi hasilnya stagnan. Jika nilai PR-nya 90 persen, nilainya di akhir semester sekitar 90-92 persen saja,” imbuhnya.
ChatGPT Gratis Vs Tidak Gratis
Peneliti menggarisbawahi, pengujian dilakukan dengan ChatGPT versi gratis, yang lebih lazim dipakai mahasiswa. Semua tugas diberikan untuk perorangan, serta bahasa soal sama persis antara yang diterima ChatGPT dan mahasiswa.
Studi berjudul The Lazy Student’s Dream: ChatGPT Passing an Engineering Course on Its Own ini mempertimbangkan tipe mahasiswa yang memilih untuk melakukan usaha minimal selama mengerjakan tugas dan ujian. Jika mahasiswa tersebut menggunakan ChatGPT versi premium, Puthumanaillah memperkirakan alat AI ini kemungkinan sedikit lebih mampu memecahkan pertanyaan analitis.
ChatGPT versi premium juga diperkirakan dapat menyimpan lebih banyak memori untuk menjawab soal-soal yang lebih panjang dan lebih kompleks. Namun, para peneliti memilih untuk menggunakan versi gratis dari perangkat lunak tersebut karena mahasiswa rata-rata mungkin tidak ingin mengeluarkan biaya langganan bulanan.
Penelitian ini didukung oleh Hibah untuk Kemajuan Pengajaran di Bidang Teknik di Grainger College of Engineering, University of Illinois Urbana-Champaign.
(twu/nwk)